Puncak Maulid Adat Wet Sesait, Dulang Nasi Aji di Naikkan
Ritual prosesi Maulid Adat wet Sesait, pada puncaknya yang terakhir (hari keempat) dengan menaikkan Nasi Aji ke Mesjid Kuno.
Nasi Aji yang dinaikkan ini berjumlah tiga buah dulang yang berkaki
satu, yang bentuk dulangnya seperti Waruga pada jaman batu besar.
Disebut Nasi Aji, karena cara penyajian segala isinya dengan cara berdiri dan dibungkus / dibalut dengan kain putih.
“Pada intinya, ini adalah sebuah simbol bahwa, apapun isinya tidak ada yang mengetahui, karena dibungkus dengan kain putih,
Mengapa jumlahnya harus tiga dulang? karena itu ada hubungannya dengan Menjango, Membangar dan Bukak Tanak.
Dulang Nasi Aji berisikan segala jenis makanan yang sebelumnya sudah
disajikan oleh Praja Mulud di dalam Kampu. Isinya terdiri dari nasi,
lauk-pauk (tanpa garam), pisang, jaja pangan, jaja tutu dan lain
secukupnya. Semua penganan ini disajikan / diatur dengan cara berdiri.
Masing-masing dulang dibungkus dengan menggunakan kain putih
(melambangkan kesucian).
Nasi Aji yang berjumlah tiga dulang
ini, diperuntukkan bagi Tau Lokak Empat. Sedangkan dulang selebihnya itu
adalah sebagai pengiring dulang Nasi Aji, dan diperuntukkan bagi siapa
saja yang ada di dalam Mesjid Kuno.
“Khusus dulang Nasi Aji yang
tiga buah ini, sudah ada peruntukannya. Satu dulang untuk pasangan
Pemusungan dan Penghulu, satu dulang untuk pasangan Mangkubumi dan
Jintaka, dan satu dulang yang lainnya diperuntukkan bagi tamu undangan
yang lain, yang setingkat dengan jabatan Tau Lokak Empat,
Tetapi
yang unik disini, lanjutnya, bahwa Mangkubumi itu tidak makan. Sebagai
penggantinya dicarilah orang yang sederajat dengannya, untuk menyantap
Nasi Aji bersama dengan Jintaka
Ada lagi sebutan yang unik dalam
Tau Lokak Empat. Misalnya, Penghulu, tidak disebutkan Penghulu saja,
tetapi ditambah sebutan nama didepannya dengan sebutan Mas Penghulu.
Sedangkan yang lain, seperti Pemusungan, Mangkubumi dan Jintaka,
sebutannya tetap tidak berubah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar